Senayan - Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli mengatakan, kehidupan toleransi beragama di Indonesia harus dilihat secara global dan tidak per daerah.
"Jadi tidak benar kalau Indonesia disebut tidak toleran. Kalau ada kasus-kasus intoleransi di daerah itu memang harus ditangani oleh pemerintah daerah setempat," kata Melani kepada JurnalParlemen usai menghadiri acara ulang tahun ke 10 Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (25/5), ketika ditanya tanggapannya soal rencana penghargaan World Statesmen Award kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Melani memberi contoh soal perayaan keagamaan di Indonesia yang marak, bahkan Presiden sendiri ikut menghadirinya. "Kita toleransi. Ada bermacam perayaan keagamaan. Di Maluku yang pernah ada konflik, sekarang bisa saling membantu. Termasuk ketika ada acara MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran)," tambahnya.
Rencana pemberian penghargaan kepada Presiden SBY dari lembaga lintas agama ini, telah mengundang kontroversi. Sebagian kelompok mempersoalkan karena banyak kasus kekerasan atas nama agama yang dibiarkan. Namun banyak pula yang setuju agar Presiden menerima penghargaan tersebut.
"Jadi tidak benar kalau Indonesia disebut tidak toleran. Kalau ada kasus-kasus intoleransi di daerah itu memang harus ditangani oleh pemerintah daerah setempat," kata Melani kepada JurnalParlemen usai menghadiri acara ulang tahun ke 10 Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (25/5), ketika ditanya tanggapannya soal rencana penghargaan World Statesmen Award kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Melani memberi contoh soal perayaan keagamaan di Indonesia yang marak, bahkan Presiden sendiri ikut menghadirinya. "Kita toleransi. Ada bermacam perayaan keagamaan. Di Maluku yang pernah ada konflik, sekarang bisa saling membantu. Termasuk ketika ada acara MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran)," tambahnya.
Rencana pemberian penghargaan kepada Presiden SBY dari lembaga lintas agama ini, telah mengundang kontroversi. Sebagian kelompok mempersoalkan karena banyak kasus kekerasan atas nama agama yang dibiarkan. Namun banyak pula yang setuju agar Presiden menerima penghargaan tersebut.