Laman

Selasa, 11 September 2012

Sambutan Wakil Ketua MPR RI Pada Acara Pagelaran Wayang Golek Sosialisasi 4 Pilar Bangsa di Bandung






Wakil Ketua MPR RI Ibu Hj. Melani Leimena Suharli memberikan sambutan pada acara Pagelaran Wayang Golek Dalam rangka Mensosialisasikan 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara di Bandung , Jawa Barat.

Kita telah mengenal kebudayaan wayang sebagai kebudayan nasional yang diwariskan dari nenek moyang bangsa Indonesia. Wayang merupakan karya adiluhung sebagai hasil dari proses asimilasi dan akulturasi peradaban nenek moyang Kita.

Cerita atau kisah yang ada didalam pewayangan memiliki nilai luhur dan ajaran moral yang dapat memberikan pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Atas dasar itu, Kami meyakini bahwa media wayang kulit ini dapat mengantarkan Kita untuk menggali kembali nilai-nilai luhur dan ajaran moral, sekaligus mengokohkan kepribadian Kita sebagai bangsa Indonesia.

Pada kesempatan ini perlu Kami beritahukan, bahwa pagelaran wayang adalah salah satu media bagi Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mensosialisasikan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009.

Adapun nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang Kami maksud ialah, Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Nilai-nilai tersebut selanjutnya, Kami maknai sebagai nilai-nilai ‘empat pilar’ kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pagelaran wayang yang membawakan judul  ”Pancabraja Nitis” ini akan memberikan nilai-nilai penting mengenai arti persatuan dan kesatuan. Beragam tantangan yang kita hadapi sebagai bangsa yang  besar dan mejemuk, membutuhkan sikap optimis untuk menjalin, menjaga, dan memperkokoh persatuan serta kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Cerita ini mengkisahkan seorang Kesatria bernama Gatotkaca yang akan dinobatkan sebagai raja di Pringgondani. Seluruh rakyat mendukung penobatan tersebut, demikian pula para bangsawan dan pemuka istana. Namun salah satu saudara dari kalangan kerajaan yang bernama Brajadenta, yang merupakan paman dari Gatotkaca menolak rencana penobatan tersebut. Brajadenta menolak karena ia sebagai pengelola kerajaan Pringgondani lebih berhak menduduki tahta sebagai seorang raja.

Terjadilah perang saudara antara Brajadenta dan Gatotkaca. Namun Brajadenta yang dibantu pasukan Kurawa pada akhirnya dapat dikalahkan setelah Gatotkaca melakukan penyatuan diri (nitis) dengan pamannya, yaitu Brajamusti, Brajalamatan, Brajawisesa, dan Brajawikalpa. Ruh Brajadenta yang tewas pun turut menyatu ke dalam tubuh Gatotkaca.

Penyatuan diri (nitis) dari kelima orang kedalam tubuh Gatotkaca-lah yang membawa kemenangan bagi pasukan Pandawa dan menobatkan Gatotkaca sebagai raja.

Ibu Hj. Melani Leimena Suharli berharap, pagelaran wayang dengan judul Pancabraja Nitis ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Semoga pesan-pesan mengenai persatuan dan kesatuan bangsa sebagai bagian dari nilai-nilai yang terkait dengan pemasyarakatan  ‘empat pilar’ kehidupan berbangsa dan bernegara ini, dapat terserap maknanya dan dapat Kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.