Laman

Jumat, 12 Juli 2013

Selamat berkongres, Semoga lahir pemikiran dan gagasan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.


JAKARTA (Berita) Selama 2 hari, dari tanggal 30 sampai 31 Mei 2012, MPR menggelar Kongres Pancasila. Acara yang diselenggarakan di Gedung Nusantara V, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD ini mengambil tema Revitalisasi  Nilai-nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Dalam Memelihara  Ke-Indonesia-an Kita. “Selamat berkongres, semoga lahir pemikiran dan gagasan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia tercinta,” ujar Wakil Ketua MPR, Melani Leimena Suharli, saat membuka acara itu, 30 Mei 2012.

Dalam sambutannya, Melani Leimena Suharli mengatakan, sejak Pancasila disahkan secara konstitusional pada 18 Agustus 1945, Pancasila dapat dikatakan sebagai dasar negara, pandangan hidup, ideologi nasional, dan pemersatu dalam kehidupan perikehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. “Pancasila adalah dasar yang mempersatukan sekaligus penuntun yang dinamis yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya,” ujanya. Lebih lanjut dikatakan, dalam posisi yang demikian, Pancasila, merupakan sumber jatidri, kepribadian, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa.

Diuraikan oleh Melani Leimena Suharli, Pancasila sebagai landasan moral kenegaraan menekankan pentingnya nilai-nilai dan semangat gotong-royong. Prinsip ketuhanannya harus berjiwa gotong-royong; ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran; bukan ketuhanan yang saling menyerang dan mengucilkan. Prinsip intenasionalismenya harus berjiwa gotong-royong; yang berprikemanusian dan berprikeadilan; bukan internasionalisme yang menjajah dan menguras.

Prinsip kebangsaannya harus berjiwa gotong-royong; yang mampu mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan, “bhinneka tunggal ika”; bukan kebangsaan yang meniadakan perbedaan atau menolak persatuan. Prinsip demokrasinya harus berjiwa gotong-royong; yang mengembangkan musyawarah mufakat; bukan demokrasi yang didikte oleh diktator mayoritas atau tirani minoritas. Prinsip kesejahteraannya harus berjiwa gotong-royong; yang mengembangkan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan; bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualisme-kapitalisme; bukan pula yang mengekang kebebasan individu seperti dalam sistem etatisme-komunisme.

Dengan semangat itu, ideologi Pancasila mampu mengantisipasi dan mengatasi pelbagai ekstrimisme ideologis. Diperlukan puluhan tahun sejak Perang Dunia kedua bagi bangsa-bangsa lain untuk memasuki jalan tengah keemasan itu. “Adapun bangsa Indonesia telah meletakkannya di titik awal berdirinya Republik,” ujarnya.

Melani Leimena Suharli menyatakan, sebagai bangsa yang besar kita sungguh bersyukur. Meskipun kita memiliki beragam etnis, budaya, bahasa dan agama, namun kita memiliki nilai-nilai  dasar yang  dapat diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan semangat semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Nilai-nilai dasar itu adalah Pancasila yang digali oleh Bung Karno dari nilai-nilai luhur dan akar budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu kita patut berbangga kepada  para pendiri negara, yang telah berjuang dan berkarya merumuskan nilai-nilai dasar Pancasila yang mampu  mengatasi segala keberagaman, paham dan golongan di tengah kehidupan bangsa Indonesia.

Sepanjang perjalanan sejarah bangsa, ujian terhadap keutuhan nilai-nilai Pancasila  datang silih berganti. Era globalisasi dengan segala dampaknya telah mempengaruhi  nilai-nilai  ke-Indonesia-an kita.

Dalam kerangka menjaga keindonesiaan itu, kita harus  terus memperkokoh pilar-pilar kebangsaan kita yaitu 4 Pilar. “Oleh karena itu “revitalisasi” nilai-nilai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tadi adalah kebutuhan kita bersama yang harus terus diikhtiarkan, agar menjaga nilai-nilai ke-Indonesia-an kita, tetap kokoh sepanjang waktu, generasi dan semangat jaman,” ujarnya.(rel/aya)