“Mendiskusikan dan membincangkan 4 Pilar merupakan suatu hal yang penting bagi masyarakat,” ujar Ketua Gereja Kristen Pasundan Jemaat Tanah Tinggi, Pendeta Hariman A. Pattania Kotta. Hariman mengatakan yang demikian saat dirinya memberi sambutan Sosialisasi 4 Pilar yang diselenggarakan di Gedung Nusantara V, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, 26 November 2013. Acara itu juga dihadir puluhan peserta dari jemaat Pondok Cerdas Katalonia.
Empat Pilar bagi Hariman bukan sesuatu yang jatuh dari langit namun digali dari kehidupan masyarakat Indonesia sehingga seyogyanya nilai-nilai itu menjadi pegangan hidup dalam berbangsa dan bernegara. “Empat Pilar harus menjadi way of life masyarakat,” tegasnya.
Hariman mengakui bahwa saat ini nilai 4 Pilar mengalami degradasi. “Empat Pilar yang seharusnya menjadi nilai sekarang malah mengalami erosi,” tuturnya. Diungkapkan, sinetron dan film yang saat ini sedang tayang, latar nilai yang disuguhkan tidak jelas. “Nilai apa yang ditawarkan?” tanyanya. Menurutnya nilai yang dipesankan dalam sinetron dan film saat ini bukan nilai-nilai 4 Pilar tetapi nilai-nilai yang lain. “Pembuat sinetron dan film kita nggak paham 4 Pilar,” akunya.
Dalam masalah ekonomi, Hariman juga mengakui terjadinya nilai yang jauh dari 4 Pilar. Jumlah penduduk yang miskin dan kaya ada kesenjangan yang cukup dalam. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia baik namun realitanya di bawah masih terjadi hal yang demikian. “Pemerataan harus diperjuangkan,” tegasnya. Dalam dunia politik pun demikian, di mana saat ini muncul pengerasan-pengerasan identitas politik. Untuk itu dirinya menyambut baik MPR ketika melaksanakan Sosialisasi 4 Pilar. “Mudah-mudahan 4 Pilar menginspirasi dan mengilhami kita,” harapnya.
Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli dalam kesempatan itu mengakui masing-masing kelompok masyarakat mempunyai identitas. Identitas itu berupa suku, agama, ras, bahasa, dan budaya. Kemajemukan itu menurut Melani di satu sisi mempunyai potensi yang baik namun di sisi yang lain mempunyai potensi yang buruk. “Potensi yang baik bila keragaman itu menciptakan harmoni,” ujarnya. “Sebaliknya, keragaman menjadi persoalan ketika dianggap sebagai hal persinggungan,” tambahnya.
Untuk itu Melani mengingatkan hal-hal yang demikian harus diantisipasi dengan kembali kepada nilai-nilai 4 Pilar. Kembali kepada 4 Pilar sebab menurutnya nilai-nilai itu merupakan khazanah yang sudah teruji ampuh. Dikatakan bahwa negara Pancasila bukan negara agama, bukan negara sekuler, dan bukan negara ateis. Negara Pancasila bukan tunduk pada salah satu agama dan bukan memisahkan urusan negara dan agama.
Diingatkan oleh Melani masyarakat tak perlu ketakutan dan cemburu dalam masalah beragama. Masing-masing pemeluk agama dapat hidup berdampingan satu dengan yang lain. Untuk itu mensosialisasikan 4 Pilar perlu dukungan dan teladan hingga pengamalan. “Memasyarakatkan 4 Pilar merupakan tugas penting,” tegasnya
Empat Pilar bagi Hariman bukan sesuatu yang jatuh dari langit namun digali dari kehidupan masyarakat Indonesia sehingga seyogyanya nilai-nilai itu menjadi pegangan hidup dalam berbangsa dan bernegara. “Empat Pilar harus menjadi way of life masyarakat,” tegasnya.
Hariman mengakui bahwa saat ini nilai 4 Pilar mengalami degradasi. “Empat Pilar yang seharusnya menjadi nilai sekarang malah mengalami erosi,” tuturnya. Diungkapkan, sinetron dan film yang saat ini sedang tayang, latar nilai yang disuguhkan tidak jelas. “Nilai apa yang ditawarkan?” tanyanya. Menurutnya nilai yang dipesankan dalam sinetron dan film saat ini bukan nilai-nilai 4 Pilar tetapi nilai-nilai yang lain. “Pembuat sinetron dan film kita nggak paham 4 Pilar,” akunya.
Dalam masalah ekonomi, Hariman juga mengakui terjadinya nilai yang jauh dari 4 Pilar. Jumlah penduduk yang miskin dan kaya ada kesenjangan yang cukup dalam. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia baik namun realitanya di bawah masih terjadi hal yang demikian. “Pemerataan harus diperjuangkan,” tegasnya. Dalam dunia politik pun demikian, di mana saat ini muncul pengerasan-pengerasan identitas politik. Untuk itu dirinya menyambut baik MPR ketika melaksanakan Sosialisasi 4 Pilar. “Mudah-mudahan 4 Pilar menginspirasi dan mengilhami kita,” harapnya.
Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli dalam kesempatan itu mengakui masing-masing kelompok masyarakat mempunyai identitas. Identitas itu berupa suku, agama, ras, bahasa, dan budaya. Kemajemukan itu menurut Melani di satu sisi mempunyai potensi yang baik namun di sisi yang lain mempunyai potensi yang buruk. “Potensi yang baik bila keragaman itu menciptakan harmoni,” ujarnya. “Sebaliknya, keragaman menjadi persoalan ketika dianggap sebagai hal persinggungan,” tambahnya.
Untuk itu Melani mengingatkan hal-hal yang demikian harus diantisipasi dengan kembali kepada nilai-nilai 4 Pilar. Kembali kepada 4 Pilar sebab menurutnya nilai-nilai itu merupakan khazanah yang sudah teruji ampuh. Dikatakan bahwa negara Pancasila bukan negara agama, bukan negara sekuler, dan bukan negara ateis. Negara Pancasila bukan tunduk pada salah satu agama dan bukan memisahkan urusan negara dan agama.
Diingatkan oleh Melani masyarakat tak perlu ketakutan dan cemburu dalam masalah beragama. Masing-masing pemeluk agama dapat hidup berdampingan satu dengan yang lain. Untuk itu mensosialisasikan 4 Pilar perlu dukungan dan teladan hingga pengamalan. “Memasyarakatkan 4 Pilar merupakan tugas penting,” tegasnya